Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Lagu Kebangsaan Indonesia Raya: Kisah Penuh Nada, Karya, dan Perjuangan W.R. Supratman

Sabtu, 09 Agustus 2025 | Sabtu, Agustus 09, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-15T03:49:54Z

Pagi itu, 28 Oktober 1928, di gedung Indonesische Clubgebouw, Batavia, para pemuda dari berbagai daerah datang membawa bahasa, budaya, dan mimpi yang berbeda. Mereka berkumpul di Kongres Pemuda Kedua, tempat sejarah akan dilahirkan.

Di tengah suasana khidmat, seorang pria bertubuh kurus, W.R. Supratman, maju dengan biola di tangan. “Saya ingin memperdengarkan lagu ciptaan saya,” katanya pelan. Ketika gesekan pertama terdengar, suasana menjadi senyap. Tidak ada teriakan atau tepuk tangan — hanya rasa haru yang menyatukan semua yang hadir. Lagu itu berjudul Indonesia Raya.

Putra et al. dalam Perkembangan Lagu Indonesia Raya (1928–2009) mencatat, momen ini menjadi “deklarasi musikal pertama” tentang Indonesia sebagai satu kesatuan, jauh sebelum bendera Merah Putih resmi berkibar.

W.R. Supratman: Dari wartawan ke komposer nasional

Wage Rudolf Supratman bukan sekadar musisi; ia seorang jurnalis di surat kabar Sin Po, media Tionghoa yang berani memuat ide-ide kebangsaan di tengah pembatasan kolonial. Dari meja redaksi, ia mengamati bahwa perjuangan membutuhkan bahasa universal yang bisa menembus sekat politik: musik.

Ia mulai menulis lirik Indonesia Raya pada 1924, terinspirasi oleh pergerakan kemerdekaan Filipina dan India. Liriknya sederhana, tapi sarat makna persatuan. “Bukan puisi, tapi janji,” tulisnya dalam catatan yang dikutip Sularto dalam Peran Etnis Tionghoa dalam Pergerakan Nasional.

Pada 1929, Indonesia Raya direkam di toko musik milik Tio Tek Hong, salah satu pengusaha rekaman pribumi pertama. Namun, pemerintah Hindia Belanda segera melarang peredarannya. Piringan hitam disita, rekamannya dibakar, dan menyanyikan lagu itu dianggap tindakan subversif.

Simbol perlawanan dan pengorbanan

Larangan itu tak membuat lagu ini padam. Justru sebaliknya, Indonesia Raya menjadi simbol perlawanan diam-diam. Dalam buku Indonesia dalam Arus Sejarah (Kemdikbud, 2012), dicatat bahwa banyak sekolah rakyat tetap mengajarkannya secara rahasia, bahkan menggunakan kata-kata kode agar tak tertangkap polisi kolonial.

W.R. Supratman sendiri meninggal pada 17 Agustus 1938, tujuh tahun sebelum proklamasi, dalam kondisi sakit dan hidup sederhana. Ia tidak pernah melihat lagu ciptaannya dinyanyikan di bawah bendera Merah Putih yang berkibar merdeka. Namun, jasanya diakui setelah kemerdekaan dengan gelar Pahlawan Nasional (1971).

Sularto menulis, “Supratman tidak mewariskan harta, ia meninggalkan sebuah lagu yang lebih berharga dari emas: identitas bangsa.”

Dari proklamasi ke standar resmi

Ketika proklamasi dibacakan pada 17 Agustus 1945, Indonesia Raya berkumandang untuk pertama kalinya secara resmi di hadapan publik merdeka. Orkestra kecil mengiringi upacara di Pegangsaan Timur 56.

Pada 1950, Presiden Soekarno memerintahkan Joz Cleber, komposer asal Belanda yang tinggal di Indonesia, untuk membuat aransemen orkestra yang lebih megah. Aransemen ini menjadi rekaman resmi Radio Republik Indonesia (RRI) dan digunakan di upacara kenegaraan hingga kini.

Menurut Springer Handbook on Indonesian Law, Indonesia Raya kini diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 sebagai simbol negara yang wajib dihormati.

Makna lirik dan pendidikan generasi

Analisis Wacana Kritis oleh penelitian di ResearchGate menunjukkan bahwa lirik Indonesia Raya mengandung pesan moral dan politik yang kuat: kebebasan, kesatuan, dan pembangunan bangsa. Menyanyikannya bersama menjadi ritual yang menginternalisasi nilai-nilai itu sejak dini.

Di pesantren maupun sekolah umum, lagu ini dinyanyikan setiap upacara bendera. Beberapa guru bahkan mengajak murid mempelajari sejarah W.R. Supratman agar mereka memahami bahwa lagu ini lahir dari perjuangan, bukan sekadar formalitas.

“Kalau paham sejarahnya, anak-anak akan menyanyikannya dengan hati, bukan hanya bibir,” ujar seorang guru sejarah di penelitian tersebut.

Timeline sejarah lagu kebangsaan Indonesia Raya

• 1924 – W.R. Supratman mulai menulis lirik Indonesia Raya terinspirasi gerakan kemerdekaan di Asia.

• 28 Oktober 1928 – Lagu Indonesia Raya pertama kali diperdengarkan di Kongres Pemuda Kedua di Batavia dengan iringan biola.

• 1929 – Direkam oleh Tio Tek Hong di toko musiknya; versi piringan hitam mulai diedarkan.

• 1930 – Pemerintah Hindia Belanda melarang lagu ini; piringan hitam disita dan rekaman dibakar.

• 17 Agustus 1938 – W.R. Supratman wafat di Surabaya, tak sempat menyaksikan kemerdekaan.

• 17 Agustus 1945 – Indonesia Raya resmi dinyanyikan pada proklamasi kemerdekaan di Pegangsaan Timur 56.

• 1950 – Presiden Soekarno memerintahkan Joz Cleber untuk membuat aransemen orkestra resmi yang digunakan di upacara kenegaraan.

• 1971 – W.R. Supratman dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

• 2009 – Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 mengatur Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan yang wajib dihormati.

Indonesia Raya bukan hanya lagu, tetapi dokumen sejarah yang hidup. Ia mengikat masa lalu, menginspirasi masa kini, dan memandu masa depan. Dari biola di Kongres Pemuda hingga pengeras suara di stadion, nada dan liriknya terus menjadi pengingat bahwa kemerdekaan lahir dari persatuan.

Seperti kata Putra et al., Indonesia Raya adalah “pernikahan sempurna antara seni dan politik; nada dan perjuangan.”***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update