Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

10 Efek Samping Menggunakan Kecerdasan Buatan

Sabtu, 11 Januari 2025 | Sabtu, Januari 11, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-25T15:51:38Z

Efek buruk dari AI kerap kali dilupakan dalam kegembiraan atas penggunaanya yang dipromosikan berlebihan oleh sejumlah orang, termasuk Wakil Presiden Gibran.

Meskipun kecerdasan buatan (AI) menawarkan inovasi luar biasa, ada sejumlah dampak negatif dari AI yang perlu diwaspadai.

Sebelum melanjutkan pembicaraan tentang efek merugikan yang ditimbulkan oleh AI, perlu dipahami terlebih dahulu apa itu AI .

Teknologi Artificial Intelligence (AI) membolehkan mesin mengikuti pola pikir manusia dalam hal belajar, berpikir logis, serta membuat pilihan dan keputusan.

Aplikasinya sudah meluas ke banyak sektor, termasuk deteksi penyakit dalam industri kesehatan, evaluasi resiko pada ranah finansial, serta saran konten di dunia hiburan.

Namun, di balik manfaatnya , dampak negatif dari AI juga mulai mengemuka dan perlu menjadi perhatian serius. Lantas, apa saja dampak negatif AI?

Dampak Negatif Penggunaan AI

Walau AI telah mencapai perkembangan luar biasa, kita tetap harus memperhatikannya. dampak negatif AI yang bisa jadi mengacaukan keseimbangan di bidang sosial, keuangan, serta alam sekitar.

Berikut ini merupakan 10 dampak negatif dari AI yang patut diwaspadai:

1. Ketidakadilan dalam Proses Pengambilan Keputusan

Pengaruh buruk terkini dari kecerdasan buatan adalah adanya kesenjangan algoritma bawaan dalam sistem tersebut. Kecerdasan buatan ini mempelajari informasi berbasis sejarah yang kerap mencerminkan asumsi manusia, misalnya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnisitas, ataupun tingkat ekonomi.

Sebagai contoh, sistem perekrutan berbasis AI milik Amazon sempat dimatikan karena cenderung merendahkan peringkat calon wanita dengan cara yang tak adil. Penggunaan data latih yang kurang seimbang dapat memunculkan keputusan bersifat diskriminasi.

Selain itu, bias AI dapat memperkuat ketidakadilan sistemik. Di sektor hukum, algoritma prediksi kejahatan (seperti COMPAS di AS) cenderung memberi skor risiko tinggi pada kelompok minoritas.

Hal ini memengaruhi keputusan hakim dan berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap institusi. Dampak negatif dari AI ini menuntut audit data dan transparansi algoritma untuk meminimalkan bias.

2. Rentan Membuat Sejumlah Pekerjaan Hilang

Automatisasi yang didukung oleh kecerdasan buatan membahayakan profesi dalam bidang-bidang monoton, termasuk industri penghasil barang, dukungan konsumen, serta transportasi dan logistik. Sesuai dengan rilis dari McKinsey, mungkin sampai 800 juta posisi pekerjaan dunia akan lenyap pada tahun 2030 karena perkembangan teknologi AI tersebut.

Efek buruk dari kecerdasan buatan tersebut terutama dialami oleh tenaga kerja dengan ketrampilan rendahan, misalnya penjaga toko atau supir, yang telah diganti oleh sistem checkout sendiri dan mobil tanpa pengemudi.

Walaupun kecerdasan buatan membentuk pekerjaan baru seperti spesialis data, penulis promp, atau pembuat AI, proses perubahan ini mengharuskan ada retrenning dengan biaya tinggi serta waktu yang lumayan panjang.

Negara-negara dengan sistem pendidikan kurang maju berpotensi menghadapi masalah pengangguran skala besar. Efek merugikannya AI ini membutuhkan tindakan oleh pihak pemerintah, seperti peluncuran program peningkatan keterampilan guna membela tenaga kerja yang mungkin terdepak karena hilangnya lapangan kerja.

3. PemakaianManipulasi Sosial Berasal dari Algoritme Kecerdasan Buatan AI

Situs jejaring sosial mengaplikasikan teknologi kecerdasan buatan demi meningkatkan interaksi pengguna, namun hal ini kerapkali meluaskan penyebaran informasi yang menyinggung atau palsu.

Efek merugikan dari AI tersebut muncul pada skandal Cambridge Analytica, di mana informasi pribadi pengguna Facebook disalahgunakan untuk mengubah hasil pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016.

Algoritme kecerdasan buatan cenderung menguatkan "bola filter" tempat pengguna hanya akan menemui data yang sejalan dengan pandangan mereka sendiri.

Selain itu, teknologi deepfake memungkinkan pembuatan video palsu Yang hampir sempurna. Tahun 2023, video deepfake dari Presiden Joko Widodo yang sedang berbicara dalam Bahasa Mandarin menjadi viral dan bisa jadi menimbulkan ketegangan diplomatis.

Dampak negatif dari AI ini mengancam demokrasi dan keamanan global, sehingga memerlukan regulasi ketat untuk verifikasi konten digital.

4. Dampak AI bagi Lingkungan

Pelatihan model AI skala besar, seperti GPT-4, membutuhkan energi listrik setara dengan konsumsi 120 rumah tangga selama setahun.

Dampak negatif AI ini berasal dari pusat data yang menggunakan pendingin berintensitas karbon tinggi.

Menurut studi MIT, satu model AI bisa menghasilkan 626.000 pon CO2, lima kali lipat emisi mobil seumur hidup penggunanya.

Selain itu, penambangan bahan baku untuk hardware AI seperti lithium dan tembaga dapat merusak ekosistem.

Di Chile, pertambangan lithium untuk baterai AI telah mengeringkan danau dan mengancam kehidupan masyarakat adat.

Dampak Kekurangan dari teknologi AI ini membutuhkan penggunaan sumber daya terbarukan serta pemulihan komponen elektronik untuk menjaga kelestarian lingkungan.

5. Pelanggaran Privasi

Artificial Intelligence menghimpun informasi sensitif seperti foto diri, rekaman suara, posisi geografis, dan pola pembelian dengan skala besar. Hal ini menimbulkan efek merugikan sebagaimana diperlihatkan oleh situasi di mana Clearview AI, sebuah perusahaan yang berjualan basis data gambar wajah jutaan individu kepada institusi penegak hukum tanpa persetujuan mereka.

Di Indonesia Sistem pemantauan yang menggunakan kecerdasan buatan seperti Smart City memiliki potensi digunakan secara tidak tepat sebagai alat pengintip terhadap penduduk.

Ancaman lainnya merupakan bocornya data karena serangan cyber. Di tahun 2021, ransomware menyerang sistem AI rumah sakit di Jerman, mengakibatkan pasien gagal mendapatkan perawatan darurat.

Dampak negatif AI ini memerlukan regulasi ketat seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa atau UU Pelindungan Data Pribadi (PDP) di Indonesia untuk melindungi hak privasi individu.

6. Kerentanan terhadap Serangan Siber

Sistem AI rentan diretas untuk memanipulasi output. Contohnya, peretas bisa mengubah algoritma mobil otonom agar mengabaikan rambu "stop", atau memanipulasi sensor medis AI untuk memberikan dosis obat berbahaya.

Dampak negatif dari AI ini mengancam keselamatan publik dan infrastruktur kritis. Selain itu, AI bisa digunakan untuk serangan siber otomatis. Pada 2023, chatbot seperti ChatGPT dimanfaatkan peretas untuk membuat malware atau phishing yang lebih persuasif.

Dampak negatif dari AI ini mendorong perusahaan untuk meningkatkan keamanan siber dan mengembangkan AI defensif yang mampu mendeteksi ancaman secara real-time.

7. Kebergantungan Ekstrem terhadap Teknologi

Ketergantungan terhadap kecerdasan buatan menurunkan kapabilitas manusia untuk berfikir secara kritis. Sebagai contoh, para pelajar yang bergantung pada teknologi ini. ChatGPT Untuk menyelesaikan pekerjaan yang beresiko dapat mengakibatkan hilangnya keterampilan analitik.

Efek buruk dari kecerdasan buatan dalam bidang kesehatan pun nyata, dimana para dokter bisa jadi terlalu bergantung pada hasil diagnosa AI dan lupa memperhitungkan situasi spesifik maupun status pasiennya.

Di bidang militer Ketergantungan terhadap sistem senjata otonom yang ditenagai oleh kecerdasan buatan memiliki potensi untuk menyebabkan konflik yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia.

Peristiwa tahun 2020 di Libya, tempat drone berbasis kecerdasan buatan "Kargu-2" mengincar sasaran tanpa intervensi operator, menggambarkan risiko dari depersonalisasi dalam pertempuran bersenjata.

Efek buruk dari AI ini menggarisbawahi betapa vitalnya mempertahankan posisi manusia dalam proses pengambilan keputusan yang sungguh-sunguh penting.

8. Masalah Etika serta Kewajiban

Penggunaan AI dalam senjata otonom atau pengambilan keputusan hukum menimbulkan dilema etika. Siapa yang bertanggung jawab jika mobil otonom menabrak pejalan kaki?

Dampak negatif dari AI ini belum diatur jelas dalam hukum internasional, sehingga menciptakan celah bagi penyalahgunaan.

Contoh lain adalah kasus AI yang mengubah foto pengguna menjadi ilustrasi seni dengan meniru gaya seniman tanpa izin. Praktik ini melanggar hak cipta dan merugikan kreator asli.

Dampak negatif dari AI ini memerlukan kerangka etika global seperti undang-undang yang mengatur AI untuk bertanggung jawab tanpa melanggar hak orang lain.

9. Kesenjangan Ekonomi

Perusahaan raksasa seperti Google dan Meta menguasai industri AI berkat sumber daya dan kemampuan komputasi yang di luar jangkauan UKM.

Efek buruk dari AI tersebut dapat melebarkan perbedaan antara raksasa korporat dan bisnis skala kecil, sementara juga mendorong lebih jauh dominasi dalam industri teknologi.

Secara global, negara-negara sedang mengembangkan masih ketinggalan dalam bidang AI dikarenakan kurangnya fasilitas dan profesional di bidang ini.

Berdasarkan laporan World Bank, sekitar 90% hak paten kecerdasan buatan dimiliki oleh Amerika Serikat, Tiongkok, dan wilayah Eropa. Penggunaan luas teknologi AI dapat mengasingkan negara-negara dengan sumber daya terbatas dari iklim bisnis modern, jadi diperlukan kolaborasi global untuk pertukaran pengetahuan di bidang tersebut.

10. Pemisahan Manusia dalam Kegiatan Sosial

Hubungan antar manusia kian terganti dengan kehadiran chatbot atau asisten digital. Akibat buruknya, hal tersebut dapat menekan rasa empati serta kompleksitas dalam interaksi sosial.

Misalnya saja, warga lanjut usia di panti jompo yang hanya berkomunikasi dengan robot perawat, mengaku merasa kesepian.

Generasi muda yang tumbuh dengan AI juga berisiko kehilangan keterampilan komunikasi interpersonal.

Studi di Jepang menunjukkan anak-anak yang terbiasa berinteraksi dengan AI cenderung kesulitan memahami emosi manusia.

Dampak negatif dari AI ini menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara teknologi dan humanisme.

Meskipun AI membawa revolusi teknologi, dampak negatif AI tidak boleh dianggap remeh. Mulai dari bias, ancaman pekerjaan , hingga kerusakan lingkungan, semua memerlukan regulasi ketat dan kesadaran kolektif.

Dengan memahami dampak negatif dari AI , kita bisa mengurangi potensi ancamannya dan menjamin perkembangan kecerdasan buatan yang bertanggung jawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update