TEGANGAN DIP (SAG) : PENGERTIAN, GOLONGAN, FAKTOR, DAMPAK DAN CARA MENGATASI

Tegangan Dip atau sag merupakan satu dari banyak faktor yang menyebabkan buruknya kualitas daya listrik. Tegangan dip adalah turunnya amplitudo tegangan rms (root mean square) dengan durasi waktu kurang dari 1 menit. Sag termasuk dalam short duration variation.

Berdasarkan durasi waktu terjadinya, tegangan dip (sag) dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Instantaneous
Durasi waktu terjadi adalah 0,5 - 30 cycle dan amplitudonya 0,1 - 0,9 p.u.

2. Momentary
Durasi waktu terjadi adalah 30 cycle - 3 s dan amplitudonya 0,1 - 0,9 p.u.

3. Temporary
Durasi waktu terjadi adalah 3 - 60 s dan amplitudonya 0,1 - 0,9 p.u.

3 Sebab terjadinya tegangan dip (sag) :
1.  Gangguan Fasa ke Tanah
Ketika terjadi gangguan fasa ke tanah, arus yang mengalir ke ground akan semakin besar. Semakin besar arus, maka tegangan akan semakin kecil. Karena gangguan tersebut biasanya terjadi dalam waktu yang singkat, maka turunnya tegangan juga sangat singkat. Hal inilah yang disebut dengan tegangan dip.

2. Starting Motor Berkapasitas Besar
Ketika dilakukan starting motor yang memiliki kapasitas besar, maka arus starting pada saluran akan besar, semakin besar arus, maka tegangan akan semakin kecil. Mengecilnya tegangan inilah yang merupakan tegangan dip.

3. Surja Petir (Lightning)
Kecelakaan Saat Pekerjaan Bertegangan (PDKB)
Tegangan Dip (Sag)
5 Akibat terjadinya tegangan dip (sag) :
  1. Jika kurang dari 50 %, maka memori pada komputer dapat hilang
  2. Jika kurang dari 65 %, maka proses produksi suatu industri dapat berhenti
  3. Jika kurang dari 70 %, maka relai dapat trip
  4. Jika kurang dari 80 %, maka lampu flourescent akan berkedip
  5. Jika kurang dari 90 %, maka programmable logic control (PLC) akan trip
Cara mengatasi tegangan dip (sag), dapat digunakan 4 cara, yaitu :
1.  Uninterruptible Power Supply (UPS)
Pada kondisi normal, masukan daya AC beban diperoleh dari suplai PLN. Selain itu masukan daya AC akan disearahkan ke dalam daya DC untuk pengisian baterai.

Ketika terjadi tegangan dip (sag), daya DC yang dimiliki baterai ini lalu diubah kembali ke dalam daya AC untuk memberi beban. Jika masukan daya AC dari PLN gagal, inverter diberikan dari baterai dan melanjutkan untuk menyuplai beban.
Uninterruptible Power Supply (UPS)

2. Dynamic Voltage Restorers (DVR’s)
DVR mengandung trafo yang dirangkai seri terhadap feeder (penyulang). Pada kondisi operasi normal, tegangan pada terminal trafo sangat kecil, akan tetapi pada keadaan terjadi gangguan, konverter daya yang terhubung pada trafo membangkitkan tegangan pada terminal trafo yang merupakan kuadrat arus feeder. Trafo nampak seperti impedansi variabel, yang dapat menambah atau mengurangi impedansi saluran tergantung pada situasi gangguan. Pada situasi sumber tegangan tertekan, trafo dapat menghasilkan tegangan kapasitif, yang akan melawan drop tegangan pada saluran. Saat tegangan surja terjadi akibat pensaklaran kapasitor, tegangan induktif dihasilkan untuk mengurangi kenaikan tegangan ini.
Dynamic Voltage Restorer (DVR)
3. Motor-Generator (M-G) Sets
Energi rotasi yang tersimpan pada flywheel dapat digunakan untuk regulasi tegangan pada steady state dan untuk menanggulangi perubahan tegangan pada saat gangguan.

Ketika kondisi normal, putaran rotor motor akan sama dengan putaran rotor generator. Sehingga energi listrik yang masuk ke motor sama dengan energi listrik yang dihasilkan oleh generator. Ketika terjadi tegangan dip, maka putaran motor akan lebih lambat dari yang seharusnya. Agar putaran rotor generator tetap konstan ketika terjadi tegangan dip pada input motor, maka flywheel akan mempertahankannya dengan memberikan energi yang dimilikinya.
Motor-Generator Sets (M-G Sets)
Teknologi ini mampu menghasilkan tegangan output 100 % pada kapasitas beban rated selama lebih dari 15 detik pada saat tegangan input nol.

Jika durasi sag atau outage cukup lama, energi yang tersimpan pada flywheel tidak dapat untuk menjaga kecepatan tetap konstan, motor akan trip dan tegangan mulai turun dibawah harga yang disyaratkan.

4. Ferro-resonant atau Constant Voltage Transformers (CVT’s)
Dengan magnetik shunt ditambahkan dan kapasitor terhubung pada terminal sekunder, arus kapasitor membangkitkan flux tambahan pada inti besi dimana lilitan sekunder berada, total flux pada inti besi ini akan berada pada daerah jenuh, sehingga perubahan yang terjadi pada tegangan primer akan berdampak kecil sekali (konstan) pada tegangan sekunder.

CVT pada dasarnya adalah transformator dengan perbandingan lilitan 1:1, yang dioperasikan didaerah saturasi pada kurva magnetik, sehingga tegangan output tidak mengalami perubahan tegangan yang signifikan akibat perubahan tegangan in-put.
Constant Voltage Transformer (CVT)
CVT beroperasi persis sama dengan regulator tegangan, akan tetapi pada saat tegangan dip (sag) terjadi pada sisi primer, CVT sanggup mempertahankan tegangan sekunder konstan. Jika trafo ini dibebani penuh, tegangan output dapat dipertahankan konstan, walaupun tegangan pada primer terjadi sag (drop tegangan) 30%, tetapi bila dibebani hanya ¼ dari rating, tegangan sekunder dapat dipertahankan walaupun tegangan primer turun hingga 70%.

Sumber Gambar : telehouse.net

Posting Komentar

0 Komentar