Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dampak Kenaikan Tarif AS, Pemerintah Rela Relaxkan TKDN untuk Produk dari Apple hingga Microsoft

Rabu, 09 April 2025 | Rabu, April 09, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-19T02:30:07Z

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa pihaknya sedang mempertimbangkan deregulasi dari Non-Tariff Measures (NTMs) dengan cara merilekskan persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) terhadap barang-barang teknologi Amerika Serikat.

Airlangga menyampaikan hal tersebut saat mengikuti Diskusi Ekonomi bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta, pada hari Selasa, 8 April. Acara ini juga dihadiri oleh Presiden Prabowo Subianto serta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Kebijakan ini disiapkan sebagai bagian dari strategi Indonesia dalam negosiasi dagang dengan AS, terutama dalam merespons pengenaan tarif impor dari Presiden Donald Trump yang mencapai 32% terhadap produk Indonesia.

Rencana tersebut mencakup pemberian kelonggaran terhadap Tingkat Kecukupan Dalam Negeri (TKDN) pada sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Sebut saja beberapa perusahaan seperti General Electric (GE), Apple, Oracle, serta Microsoft.

  • Trump Tetap Menginginkan Perundingan dengan Cina Sebelum Penerapan Tarif 104%
  • Pemerintah Siapkan 220.000 Rumah Subsidi, Wartawan Dapat Kuota 1.000 Unit
  • Pemimpin LPS Menanggapi Penurunan IHSG: Saatnya Membeli

Selain pelonggaran TKDN, pemerintah juga akan melakukan penyeimbangan terhadap neraca perdagangan dengan AS melalui pembelian produk dari AS seperti kedelai, pembelian peralatan mesin, LPG, LNG, dan migas.

Untuk mendukung kebijakan tersebut, pemerintah menyiapkan berbagai insentif, baik fiskal maupun non-fiskal, guna mendorong impor dari AS sekaligus menjaga daya saing ekspor nasional ke pasar AS.

Airlangga menyatakan bahwa sejumlah barang ekspor utama Indonesia seperti pakaian dan sepatu mempunyai potensi besar untuk merambah pasar baru.

Ini diperkuat oleh tingkat pajak ekspor di Indonesia yang secara relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara kompetitor seperti Vietnam (46%), Bangladesh (37%), serta Kamboja (49%).

Airlangga menganggap bahwa Indonesia mempunyai kebebasan yang lebih luas dalam menyusun Keseimbangan Dagangnya dengan AS dengan cara meningkatkan pembelian produk dari Amerika Serikat.

"Dengan surplus yang kecil dan ketergantungan yang rendah, Indonesia berada dalam posisi yang lebih aman dan strategis untuk memperkuat kerja sama dagang dengan AS," ucap Airlangga.

Susun Aturan TKDN yang Realistis

Prabowo meminta jajaran kabinetnya untuk menyusun aturan terkait TKDN secara lebih fleksibel dan realistis. Ia menilai kebijakan TKDN yang terlalu kaku justru bisa melemahkan daya saing industri nasional.

“TKDN sudah lah, niatnya baik, nasionalisme. Saya ini, kalau jantung saya dibuka, mungkin yang keluar Merah Putih. Tapi kita harus realistis. Kalau TKDN dipaksakan, akhirnya kita kalah kompetitif,” ujar Prabowo.

Alih-alih memaksakan target kandungan lokal, Prabowo mengusulkan pendekatan insentif sebagai alternatif. Ia pun secara langsung menginstruksikan para menterinya untuk merumuskan regulasi TKDN yang sesuai dengan kapasitas industri dalam negeri.

“Tolong para menteri, sudah lah. TKDN dibikin yang realistis saja. Masalah ini luas, menyangkut kemampuan dalam negeri, pendidikan, iptek, sains. Ini nggak bisa diselesaikan hanya dengan regulasi,” ujarnya.

Pernyataan Prabowo ini merespons masukan dari Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, yang menyampaikan sejumlah tantangan ekonomi Indonesia, mulai dari tekanan fiskal, nilai tukar rupiah, hingga deindustrialisasi.

“Kita hadapi trade war. Ini tantangan tapi juga peluang luar biasa. Kami mengusulkan deregulasi masif dan total. Kita harus bisa eye to eye dengan Vietnam. Vietnam tidak ada premanisme, tidak ada polisi di pasar modal, TKDN mereka fleksibel,” kata Wijayanto.

Dia juga menekankan betapa vitalnya pemulihan sektor manufaktur, yang sampai saat ini belum benar-benar bangkit setelah pandemi. Sebelum terjadi Covid, output Produksi kami saat ini adalah 75%, kemudian menurun menjadi 50%, dan sekarang hanya mencapai 65%. Kami perlu mendorong angka tersebut kembali ke 75%," katanya.

Selain itu, dia mengusulkan pendekatan khusus terhadap AS, terutama jika Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS. Menurutnya, pendekatan bilateral lebih disukai Trump dibanding multilateral.

"Bila bersedia, kontaklah Trump secara langsung. Hal ini dapat membantu para menteri kami saat bernegosiasi dengan Amerika Serikat. Sebaiknya, kita gunakan saluran independen untuk mengelola preferensi Trump yang kurang menyukai pendekatan kelompok," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update