
Mimpi Seorang Gadis dari Merauke: Perjuangan Meraih Cita-Cita Menjadi Dokter
Sejak kecil, Maria Elisabeth Ponda, yang akrab disapa Erlin, memendam cita-cita mulia: menjadi seorang dokter. Namun, jalan menuju impian itu tidaklah mudah. Kondisi ekonomi keluarga memaksa Erlin untuk hidup terpisah dari kedua orang tuanya.
Erlin adalah anak tunggal dari pasangan Albertus Dominikus Dei dan Fereonika Sa. Sang ayah bekerja sebagai buruh harian di sebuah perusahaan kelapa sawit, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. Pekerjaan sang ayah mengharuskan mereka tinggal di Distrik Wasur, yang berjarak cukup jauh dari Kota Merauke. Demi kelanjutan pendidikan Erlin di SMAN 1 Merauke, ia memilih untuk tinggal menumpang di rumah sanak familinya di kota.
"Ibu ikut menemani Ayah di Wasur karena Ayah sakit. Ayah punya darah tinggi dan memang membutuhkan Ibu untuk menyiapkan makan dan keperluan lainnya," ungkap Erlin. Keadaan ini memaksa Erlin untuk hidup mandiri, dengan orang tua yang hanya bisa kembali ke Merauke saat ada waktu luang.
Namun, Erlin tidak pernah menyerah. Ia selalu mengingat pesan ayahnya: "Karena kamu anak satu-satunya, orang tua selalu bilang, kalau kamu bisa berdiri di kakimu sendiri, pertahankan itu. Karena nanti, kalau bukan diri sendiri yang berjuang, siapa lagi?"
Perjuangan Erlin akhirnya membuahkan hasil. Ia berhasil diterima di Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Keperawatan, dan Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM). Erlin menjadi salah satu wajah harapan dari ujung timur Indonesia, membuktikan bahwa mimpi besar bisa digapai oleh siapa saja dengan niat dan ketekunan yang teguh. Ia juga menjadi salah satu mahasiswa baru yang mendapatkan Beasiswa UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi 100 persen, yang berarti ia tidak perlu membayar biaya kuliah.
Inspirasi dari Sang Nenek
Keinginan Erlin untuk menjadi dokter bukan sekadar ambisi profesi. Cita-cita ini berakar dari pengalaman masa kecilnya yang sangat membekas. Ia dibesarkan oleh neneknya hingga usia tiga tahun. Ketika sang nenek didiagnosis menderita tumor ganas, neneknya tidak mendapatkan perawatan maksimal karena keterbatasan biaya.
Sebelum meninggal, nenek Erlin berpesan kepada orang tua Erlin agar menyekolahkan Erlin setinggi mungkin supaya bisa menjadi dokter dan membantu orang lain, bahkan jika mereka tidak mampu membayar. Sejak saat itu, Erlin bertekad untuk mewujudkan impiannya menjadi dokter. Bukan hanya sebagai bentuk balas budi kepada neneknya, tetapi juga sebagai panggilan untuk mengabdi kepada masyarakat yang membutuhkan. Terlebih lagi, Erlin menjadi satu-satunya anggota keluarganya yang berhasil berkuliah di UGM.
"Harapan ini sudah saya tanamkan sejak kelas 5 SD. Bahkan ketika nama Universitas Gadjah Mada pertama kali saya temukan dalam buku tema saya saat SD. Siapa sangka saya sekarang benar-benar berkuliah di FK-KMK UGM," ujar Erlin dengan mata berkaca-kaca.
Momen Pengumuman yang Mendebarkan
Erlin mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Hari pengumuman menjadi salah satu momen paling menegangkan dalam hidupnya. Banyak temannya yang sudah mengabarkan bahwa mereka tidak lolos. Erlin pun sempat kehilangan kepercayaan diri dan sudah meminta maaf kepada orang tuanya karena takut gagal.
"Saya bilang ke Mama dan Bapak, ‘Maaf kalau saya tidak lolos.’ Karena saya tahu saingan di FK-KMK UGM sangat berat, dan kami tidak sanggup ikut jalur mandiri. Setelah membuka pengumuman, rasanya seperti mimpi yang jadi nyata. Bahkan tekanan darah ayah saya yang sempat tinggi langsung turun menjadi normal saat mendengar kabar itu. Kami semua sangat bersyukur," kenang Erlin dengan penuh haru.
Prestasi dan Tantangan
Di tengah kondisi hidup yang penuh tantangan, Erlin tetap menunjukkan prestasi akademik yang luar biasa. Ia selalu masuk peringkat 1 atau 2 besar selama tiga tahun di SMA. Nilai-nilai terbaiknya berada di Biologi, Matematika, dan Agama, semuanya dengan nilai di atas 90. Selain itu, Erlin juga aktif mengikuti berbagai lomba dan kegiatan organisasi, terutama Pramuka.
Beberapa prestasi yang pernah ia raih antara lain:
- Peraih Medali Emas dalam Cendekia Pelajar Indonesia Bidang Studi Kedokteran SMA
- Juara 2 Lomba Baca dan Cipta Puisi
- Juara 3 Lomba Pidato Kebangsaan oleh LPP RRI Merauke
- Juara Lomba Debat Bahasa Indonesia tingkat nasional oleh Pusat Prestasi Nasional mewakili Papua di Tangerang
- Juara 1 lomba pengucapan sumpah pemuda dan juara 3 lomba pidato dalam kegiatan Pramuka
Erlin juga bercerita bahwa uang saku yang didapatkannya dari orang tuanya tidak menentu, terlebih ia harus bisa membaginya karena tinggal sendiri. Untungnya, dengan kejuaraan yang ia dapatkan, biaya sekolah Erlin sudah ditanggung oleh pihak sekolah.
Rasa Syukur dan Harapan Orang Tua
Ibu Erlin, Fereonika Sa, mengaku sangat senang anak semata wayangnya diterima masuk UGM dengan subsidi UKT 100 persen, apalagi di program studi yang sudah diimpikannya sejak kecil. "Saya berharap dengan semua yang anak saya dapat dari UGM ini boleh menjadi bekal dia kedepannya untuk menjadi seorang dokter yang bertanggung jawab terhadap seluruh tugas-tugasnya dengan sepenuh hati," katanya terharu.
Ayah Erlin, Albertus Dominikus Dei, juga menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada UGM yang telah memberikan kesempatan bagi anaknya untuk kuliah gratis. "Terima kasih telah membantu meringankan beban orang tua dengan tidak ada biaya masuk dan biaya pungutan. Kami tidak dapat membalas semua kebaikan ini," ujarnya.
Menyongsong Masa Depan
Saat ini, Erlin sedang mempersiapkan diri menyambut masa perkuliahan yang akan segera dimulai. Ia menyadari bahwa tantangan baru akan datang, mulai dari adaptasi sosial hingga tuntutan akademik di kampus. Namun, semangatnya tidak surut. Ia percaya bahwa ini merupakan langkah awal baginya untuk menjadi dokter seperti yang diimpikan neneknya dahulu. Ia ingin menjadi seseorang yang bermanfaat bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang tidak mampu untuk mendapatkan hak yang sama.
Erlin juga menyampaikan pesan penuh harapan yang ditujukan kepada siapa saja yang sedang berjuang meraih mimpi, terutama mereka yang berasal dari daerah terpencil atau keluarga dengan keterbatasan ekonomi. Baginya, mimpi bukan sesuatu yang hanya dimiliki oleh mereka yang tinggal di kota besar atau berasal dari keluarga berada. Mimpi adalah hak semua orang, dan dapat diperjuangkan siapa saja, selama ada kemauan, kerja keras, dan keyakinan.
"Jangan pernah takut untuk bermimpi dan mengejar pendidikan tinggi. Tidak ada yang mustahil jika tujuan kita baik dan tulus. Tuhan pasti membuka jalan," pesannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar